KAMBING DAN ELANG MERAH
Kritik Atas Hegemoni Wacana & Kuasa Pengetahuan
Semilir angin menandai dimulainya sebuah taklimat
Di walang tua, bershaf-shaf sosok berjubah berdatangan
Tiba-tiba, keheningan dipecahkan oleh sebuah embikan
Akulah si cendekia, masyhur diseantero negeri
Aku tahu perihal tiga naga nusa ina
Aku tahu perihal dua gerbang hatuhaha
Aku tahu perihal dua sumur pandita
Aku tahu perihal dua kolam sang sultan
Aku tahu perihal empat mahkota raja
Aku tahu perihal tiga utusan sang kaisar
Aku tahu perihal tiga syekh di laut seberang
Aku tahu perihal empat duta besar nun jauh
Kunci dua kota ada digenggamanku
Perbendaharaan huruwano dan noni ada di balik sarungku
Nokhtah dua lembah bergantung dihelai rambutku
Ujung tanjung sial dan sawa laloi kulipat dalam satu titahku
Dan tiba-tiba hujjah itu diarahkan ke arah sang elang
Sang elang merah yang terdiam di pojok walang
Kala setengah tuak belum selesai direngut kerongkongan
Tuan tahu tentang apa?
Dalam tabir asap putih yang mengepul diatas ubun-ubun merahnya
Ketika tawa-tawa sindiran dari mejelis walang tuak menggema
Sebuah syair keluar dari paruh merah yang kokoh
Oh, dengarkan wahai majelis walang tuak
Adakah tuan tahu perihal gangga, tiberias dan hwang ho
Adakah tuan tahu perihal nil dan amazon
Adakah tuan tahu perihal tigris dan eufrat
Adakah tuan tahu perihal laut mati dan kaspia
Adakah tuan tahu perihal roma, athena dan persia
Adakah tuan tahu perihal bagdad, istambul dan agra
Adakah tuan tahu perihal india, ainu dan aborigin
Adakah tuan tahu perihal inza dan aztec
Ini bukan tentang dua kota
Bukan tentang dua perbendaharaan
Juga tentang dua noktah lembah
Apalagi tentang dua tanjung dan laut
Ini bukan tentang batu hitam penebar kabut
Juga bukan tentang ohi pengepul asap
Ini bukan tentang empat pilar alaka
Juga bukan tentang empat cahaya aumael dan kotarane
Ini tentang secangkir tuak
Yang bertahun-tahun dicari Khidir, Iskandar dan Jengis Khan
Yang tumpah di kakisyame dalam mabuk dan mi’raj
Yang menyembul dari warna-warni gadi-hu
Tuan tahu dan puas dengan mandi di wae maruti
Tuan yang pertama melihat haitapessy dan namalatu
Aku yang mengukir nama di dasar lautnya
Aku hanya butuh secangkir tuak
Tuan, jangan bernaung dibalik tempurung jantan
Mengembik mempertontonkan kuasa pengetahuan
Bak pepatah melayu “katak dibawah tempurung”
Sesekali pakailah tempurung betina
Meski tertimpa hujan dan panas
Tuan akan menembus batas dua penghalang
Dibalik lubang kecilnya yang memberi cahaya
Meskipun hanya sedikit dan sebentar
Jakarta, 23 September 2010
Kapitan Merah
KAMBING DAN ELANG MERAH Kritik Atas Hegemoni Wacana & Kuasa Pengetahuan
19.44 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar