comment Jam Dinding Tua Bang Alan

Jam Dinding ini hanyalah Simbol
Sungguh kawan,...
Jangan tertipu dan terpaku
Oleh kemaha-indahan bentuk luarnya
Carilah makna dan hakikat terdalam
...Tersembunyi dalam deretan angka dan huruf
Juga Menurunkan jalan2 menuju Sang Realitas Tertinggi

Kawan, selamanya Kita akan terjebak
Dalam pusaran wae kalaleuwa
Jika hanya terpaku di tepi pantai
Menyaksikan luasnya laut dan ombak biru
Mengagumi indahnya siluet kala senja hari

Kawan, Menyelamlah
Lawanlah ketakukatan yang memenjara
itu hanyalah ilusi semu
Disana tidak ada Hiu, Buaya dan Gurita
Disana ada Mutiara mutu manikam

Dan jika kau susah menemukan jalan itu
Dikedalaman haita namalatu & haitapessy
Tengoklah ke Pantai Selatan Laut Jawa
Disana juga ada perbendaharaan itu

Tersusun dalam delapan huruf mistik
Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir
dan delapan nokta atau angka imajiner
Oleh sang penyusun
Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo
Disebut Tahun Saka Jawa

Bagaimana cara hitungnya
menyelamlah dalam kitab2
Kitab Sabda Pandhita
Kitab Centhini
Primbon Adji Çaka Manak Pawukon 1000 Tahun

by: Ahmad Moni

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

comment Jam dinding tua

Biarkan Permana terbuai dngan detakan jarum jamx, hingga nanti mengantarnya ke waktu yg kan menuntut sgalah akibat dari ulahnya itu.

Mungkin jam yg kini di pegang Permana bisa diibaratkan "Jam Analog di Zaman Digital"....Tidak sadar kalo jam... dinding Tua yg perna di milikinya adalah "jam segalah zaman" lewati ribuan generasi, lewati segalah masa dan lewati segalah dimensi...

by: erdy

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

JAM DINDING TUA

by : ALAN RUSUA

JAM INI INDAH SEKALI
PEMBUATNYA PASTI SANGAT AHLI
JAM DINDING ITU BUATAN MAHA GURUH
DIWARSKAN UNTUK MENGHITUNG WAKTU & MENUNJUK ARAH

APA TUAN PEMILIKNYA ..?
BUKAN ...!!!!
LIMA NEGERI ITU TUANNYA
PERMANA & PERMAISURI DITAMBAH TIGA ADIKNYA

JAM DINDING ITU TAMPAK BEDA DENGAN LAINNYA
ANGKA-ANGKANYA HANYA SATU SAMPAI DELAPAN
BAGAIMANA BISA DIPAKAI UNTUK MENGHITUNG WAKTU DAN MENUNJUK ARAH ..?
SUDAH DIAJARI OLEH MAHA GURUH
PEDOMANNYA SUDAH DIWARISKAN BUAT TUAN-TUAN DI LIMA NEGERI ITU

JAM DINDING INI TAMPAKNYA AGAK TERLAMBAT
YAH ..! PEMBUATNYA MEWARSIKANNYA BEGITU
TAPI KENAPA SANG PERMANA INGIN MERUBAHNYA .?
KARENA PERMANA TAK SUKAH JAM DINDING TUA

PERMANA MENGINGINKAN YANG BAHARU
YG TDK TELAT & SAMA DENGAN LAINNYA

APA PERMANA SUDAH PUNYA JAM DINDING BARU ...?
YAH ..! HASIL PERMAK DARI JAM DINDING TUA
TAPI ITU SEBUAH TIPU MUSLIHAT
HARGA TEBUSAN UNTUK SEBUAH HUKUMAN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Kolaborasi si Gagak

Gelak tawa para pengkultus
mengiringi alunan melodi siulan gagak hitam,
mengusung irama memekakan telinga
di pentas sandiwara degradasi titah guru…..

Mereka berbagi pedang bersama
sedang tangan yang lainnya bertamengkan intelektual
menebas di setiap sudut dialektika
tak urung membuat sang kesturi tercengan kaget
melihat kolaborasi klasik mereka di zaman digital…...

Debu zaman boleh mengendap di setiap cerita
namun tidak untuk jam dinding tua dalam cerita lain bang Alan Rusua.
Di kedai kang Ahmad Moni Ku berhutang secangkir tuak
biar mampu ku selami isyarat di balik tiga batang jarum
yang taat menjalankan titah waktu.

jam dinding tua itu kini berdenting
menebar isyarat di ketinggian singgasana arsy
alam pun mengamuk, tanda bumi tak lagi akur
ketika fenomena kedudukan mengambil alih titah pandita

Kang Ahmad, maaf ya....ku pinjam melodi di karya yg lain
Nusa hatuhaha nusa barakate
Tihiny barakatea wa’a kutika lessia dunia’e
Putu kota hatua kura lauto kalajimua
Syahadatau maheri suwe ma’aria dunia’e

Ini lelucon sejarah,
Siulan si gagak yang meruntuhkan aqidah
menyekap sudut fitrah manusia di lorong gelap
membungkam warisan jiwa yang sebenarnya
jangan…jangan…jangan tertidur di antara sejarah kawanku

kita terlahir untuk masa ini,
walau tinggi, biarkan Huruwano menjadi iri melihat lebih tingginya perjuangan kita
biarkan Alaka tersenyum, bahwa ternyata ada perjuangan di balik temboknya yg dulu kokoh
sebelum Tihu di Kaki Bukit Tihikondo menjadi kering
sebelum daun gadihu menjadi layu
sebelum malam menjelang….

si Gagak hanya butuh sangkar yang nyaman
sangkar yang di sinari Hannan…..Mannan….Daiyan dan Burhan
biar cukup cahayanya
terang penglihatannya…..
peka perasaannya…..
tajam penciumanannya
hingga cahaya penghidupan benar ada di sana


2 November 2010
(ditulis di : puncak segitiga gowa, di antara makam para sultan)

Oleh:
mahala lahat wa’a nusa talimau

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Hatu atau Hati

Dari tiada maujud dalam nokhta
Merangkai bentuk dalam huruf
Menyusun abjad dalam deretan
Tercipta kata penuh makna

Hatuhaha
Hatuhahai
Hatuahahai

Wahai penyusun nokhta dan huruf
Dalam cepatnya rotasi masa
Menggilas bukti menghapus jejak
Hamba bingung mohon petunjuk
Mana gerangan yang tuan maksud

Salah memilih jejak
Terjebak dalam kegelapan
Salah menafsir kata
Menambah rancu pengertian
membuat rumit kebenaran
Dalam pusaran kekalutan wae kalaleuwa

Oh Demi masa
Begitu tajam dan halus
Kau iris huruf demi huruf
Kau potong Kata demi kata
Sampai tak tersisa sedikitpun
Kebenaran muasal

Andaikan hamba harus memilih
Mengikuti Jejak permukaan yang redup
Terbingkai warna dunia yang ramai
Apa bedanya dengan mereka

Haruskah hamba terima
Pengertian “Diatas batu”
Tuk wakili perbendaharaan agung
Dalam jubah kebesaran tuan

Dalam hening penuh harap
Hamba tersadar penuh senyum
Ada sesuatu yang hilang
Biang semu dan sempit

Ada nokhta yang tercerabut
Oleh distorsi waktu dan sejarah
Cuma satu huruf
Untuk mengembalikan makna awal
Makna yang tersambung dengan diktum
hakikat perbendaharaan awal

Kulubul mu'minina baitullah
Kulubil mu'minina arsy Allah

Sekalian semesta tak mampu menampung wujud-NYA
Hanya Hati orang-orang mukmin

Ada satu daging dalam tubuh anak adam
Jika baik maka baiklah ia, jika busuk maka busuklah ia

Segala amal perbuatan tergantung niat
Dan niat itu terucap di Hati

Gurua isyataru'e
Patania hatuamu

gurua isyi titah
Paberesi rumah laloi
Mane hoka riya haha

Gurua isyi Pitua
Oi lau rau kahu'ele
Oi masu-masu tala laisyale

"Nusa" otoiti
Taha potakunure
Taha kunu rapu ele

Lania uhowa'e
Niate manisya buji rahatala
Salamate ehe nala niate barobah

Lalu dengan perlahan tapi pasti
Hamba letakkan kembali huruf itu
Hanya satu huruf "i"
ketempatnya semula
untuk menggenapi kebenaran

Hatuai dan bukan hatu atau hatua
Hati dan bukan Batu
Kembali asal Hatuai Hahai
Singgasana di atas Hati
Tahta diatas Hati

Lalu dengan kagum hamba berseru
Salawat dan Salam
Damai dan sejahteralah
Tuan-Tuan yang bertahta
Diatas hati manusia-manusia mukmin Hatuhaha
Dan celakalah mereka-mereka
Yang memilih bertahta diatas "berhala" batu

Tuanku
Hamba mohon maaf jika salah dan lancang
Hamba hanya berusaha
Wallahu'allam Bissawab


Jakarta, 14 Mei 2010
Kapitan Merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

KAMBING DAN ELANG MERAH Kritik Atas Hegemoni Wacana & Kuasa Pengetahuan

KAMBING DAN ELANG MERAH

Kritik Atas Hegemoni Wacana & Kuasa Pengetahuan



Semilir angin menandai dimulainya sebuah taklimat

Di walang tua, bershaf-shaf sosok berjubah berdatangan

Tiba-tiba, keheningan dipecahkan oleh sebuah embikan

Akulah si cendekia, masyhur diseantero negeri



Aku tahu perihal tiga naga nusa ina

Aku tahu perihal dua gerbang hatuhaha

Aku tahu perihal dua sumur pandita

Aku tahu perihal dua kolam sang sultan



Aku tahu perihal empat mahkota raja

Aku tahu perihal tiga utusan sang kaisar

Aku tahu perihal tiga syekh di laut seberang

Aku tahu perihal empat duta besar nun jauh



Kunci dua kota ada digenggamanku

Perbendaharaan huruwano dan noni ada di balik sarungku

Nokhtah dua lembah bergantung dihelai rambutku

Ujung tanjung sial dan sawa laloi kulipat dalam satu titahku



Dan tiba-tiba hujjah itu diarahkan ke arah sang elang

Sang elang merah yang terdiam di pojok walang

Kala setengah tuak belum selesai direngut kerongkongan

Tuan tahu tentang apa?



Dalam tabir asap putih yang mengepul diatas ubun-ubun merahnya

Ketika tawa-tawa sindiran dari mejelis walang tuak menggema

Sebuah syair keluar dari paruh merah yang kokoh

Oh, dengarkan wahai majelis walang tuak



Adakah tuan tahu perihal gangga, tiberias dan hwang ho

Adakah tuan tahu perihal nil dan amazon

Adakah tuan tahu perihal tigris dan eufrat

Adakah tuan tahu perihal laut mati dan kaspia



Adakah tuan tahu perihal roma, athena dan persia

Adakah tuan tahu perihal bagdad, istambul dan agra

Adakah tuan tahu perihal india, ainu dan aborigin

Adakah tuan tahu perihal inza dan aztec



Ini bukan tentang dua kota

Bukan tentang dua perbendaharaan

Juga tentang dua noktah lembah

Apalagi tentang dua tanjung dan laut



Ini bukan tentang batu hitam penebar kabut

Juga bukan tentang ohi pengepul asap

Ini bukan tentang empat pilar alaka

Juga bukan tentang empat cahaya aumael dan kotarane



Ini tentang secangkir tuak

Yang bertahun-tahun dicari Khidir, Iskandar dan Jengis Khan

Yang tumpah di kakisyame dalam mabuk dan mi’raj

Yang menyembul dari warna-warni gadi-hu



Tuan tahu dan puas dengan mandi di wae maruti

Tuan yang pertama melihat haitapessy dan namalatu

Aku yang mengukir nama di dasar lautnya

Aku hanya butuh secangkir tuak



Tuan, jangan bernaung dibalik tempurung jantan

Mengembik mempertontonkan kuasa pengetahuan

Bak pepatah melayu “katak dibawah tempurung”

Sesekali pakailah tempurung betina

Meski tertimpa hujan dan panas

Tuan akan menembus batas dua penghalang

Dibalik lubang kecilnya yang memberi cahaya

Meskipun hanya sedikit dan sebentar





Jakarta, 23 September 2010

Kapitan Merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Hidup dan Perpisahan

Berebut rezeki dunia di segala musim..

Yang sibuk se-kaku musim dingin..

Naik dan turun jabatan diperalihan musim..

Manusia datang & pergi bagai musim gugur..

Peruntungan baik dan buruk bagai musim semi.....

Keindahan dan keikmatan dunia tersapu sejenak di musim penghujan..

Racun dunia hanya seumur musim kemarau..

Adakah manusia paham arti dan makna perpisahan..

Adakah manusia bijaksana memandang makna kehidupan..

Mari kita renungkan di kedai tuak, Kakisyame..

Dihamparan lembah Waetanusa..

Diujung horizon bukit Aumael dan pelataran Matasiri..

Adakah jawabannya di puncak Kodamara..

Ataukah terbawa aliran arus wae ira dan marike'e..

Terkubur mati di kedalaman laut skutra..

Bisa jadi kau temukan di istana hati-mu..



Jakarta, 20 Oct 2010
kapitan merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Replay Perpisahan

perpisahan itu kelahiran

hidup itu kematian yang nyata

perpisahan adalah awal hidup
...
hidup adalah awal perpisahan

ku bingung menemukan mana yang dulu singgah di kedaimu

namun gundukan di sana...

di puncak matatorun

di antara tihu di kaki bukit tihikondo

mengisyaratkan sebuah kelahiran abadi

tanahnya masih basah

pertanda perahunya baru saja beranjak pergi

......

air mengalir menuruni tebing tinggi waelurui

melewati ribuan tikungan dan berakhir di waelainyi

ia patuh pada titah alam

namun perpisahan ini sebaliknya

ku mendaki di puncak kota para pejuang

melewati terjalnya wae susu untuk harus menggapai unjung panji perjuangan di puncak alaka...

dan

kematian itu ku maknai sbgai awal kehidupan

inilah aku yang berjalan bersama kematian



by:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

Sabda Pandita Ratu

Tehu ai samal huhui loto aman huhui

Hai rela leihua sana wa’a wae maruti

Yale seiya kou ele suwe mata duniae

Kowa hala’ele wa’a lessia dunia’e



Hairele ai pasal hatai loto hatu huhui

Halei kani pasasala’ei suwe yasale

Imanyasalo lete sawa laloi’o

Suwe pasale pasuri-suri



Guruai syolo suwe sifat rahamate-jamal

Risya putia kau-kau uwolo suwe sifat kabasarang-jalal

Yale seiya patatenale suwe la’e - la’e

Yale ana puna’amu la’e - la’e



Gurua isyaturu rahamatea suwe rezekiau nania

Isyaturu rahamateapo suwe risya putia kau-kau

Yale seiya pirire wa’a hakekato

Pirire wa’a tafakur akalo-pikirane



Lete putu arasy wa’a kaki syame waelo

Nyinu hotu mi’raje kura tua’e pakala

Tihi hiti suwata kura tita urato

Nyusu kota rane yahoi lauto bahrul qadim



Kutika alam ma’aria duniae

Tua’e nusu ihowa’ele suwe taruta

Putu kota hatua kura naraka waelum

Tihi tuah bessiyau ganti risya putia kau-kau



Nusa hatuhaha nusa barakate

Tihiny barakatea wa’a kutika lessia dunia’e

Putu kota hatua kura lauto kalajimua

Syahadatau maheri suwe ma’aria dunia’e



Guruasyi reu asalo tai tewa naisyi

Nasyi hotu wa’a asalo tai tewasa naisyi

Yale seiya kewa hakekat molone kura kawa’o

Kewa gurua naisyi



Somba-somba upu lau patti hatuahahai

Somba upu emi suwe tataru awala

Somba upu emi wa’a rahmate-barakatea

Somba upu latu pattia suwe gurua aisyi ruiti



Taha somba taha horomatea samata

Sopa-somba upu latu patia suwe titah awala

Yale seiya hiti aimu heri gurua aisyi ruiti

Tihi somba kura horomatea



Puasa syariato erua pisyi matai

Puasa ma’rifato epamanisya diri mansia

Yale seiya kuhu lauto syahru syiamu

Kewa hakekat lauto bahrul qadim



Kodamara susua kota ranea

Bunga upa’u’u puna boki harua u’uti

Yale seiya iko suwe’ele

hau matele’emu kura pamana iny amana kumbango



Dibawah Panji-Panji Rasul



Jakarta, 1 November 2010

Kapitan Merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

TUAN NEGERI HATUHAHA

Tuan bicara tentang persaudaraan dan kekerabatan
Menjual tali maningkamu sebagai kedok
Tuan teriak tentang dukungan dan partisipasi
Kamuflase hiti hala-hala ruma’i
Tuan khotbah tentang persatuan Hatuhaha
Sembunyi dibalik lahaha–lamuri sala isya’i
Tuan mendengungkan hidup wari wa’a
Bertopeng lahat sebagai senjata ampuh

Ditengah kepentingan politik
Tuan turun gunung
Ditengah kepentingan birokrasi
Tuan tebar pesona

Cukup bagi kami bahwa tuan egois
Nyata bagi kami bahwa tuan margais
Bukti jelas bahwa tuan oligarkis
Baktimu hanya untuk marga tuan
Darmamu hanya untuk keluarga tuan
Lalu apa yang harus kami banggakan dari tuan
Sekedar bahwa tuan lahir dan dibesarkan di Hatuhaha

Apa yang telah tuan berikan untuk tanah dan air Hatuhaha
Apa yang telah tuan persembahkan untuk generasi Hatuhaha
Apa yang telah tuan dedikasikan untuk peradaban Hatuhaha
Apa yang telah tuan korbankan untuk martabat Hatuhaha

Tuan banyak meminta
Tuan tak pandai memberi
Kami bukan budak tuan
Diperintah sekehendak hati

Kami tak sudi manusia macam tuan
Kami tak rela kesombongan tuan
Kami tak minta bantuan tuan
Kami tak hendak belas kasih tuan
Kami tak butuh pangkat dan jabatan tuan
Kami tak terima penindasan tuan
Kami masih bisa hidup ditepi wae ira & marike’e
Kami masih bisa bernapas antara haitapessy & namalatu

Desau daun pakis di rimbun pohon sagu
Simbol kesederhanaan sejak dulu kala
Senandung siput ditepian pantai
Makanan asyik anak negeri
Perlambang ketegaran manusia-manusia Hatuhaha

Cukup perdayai dirimu dengan lessi dunia
Jangan korbankan kesakralan peradaban ini
Apalagi sampai menjualnya
hanya untuk mengejar impian sempit

Sungguh,……….
Kami menolak yang tuan cari
Namun tuan terus meminta


Jakarta, 4 Juni 2010
Kapitan Merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

BELENGGU KEBANGKITAN

Terbuai belenggu fatamorgana
Dihempas ilusi sempit
Terpahat abadi dalam kelalaian
Meninggalkan jejak cahaya
Mengikuti mitos penyulut nestapa
Dalam detak nadi dan pikiran sempit
Kawan,…
Patahkan belenggu hulaleng dan benalu
Santai berteduh mengharap budi
Liar bergerak tak terkendali
Menjelma elok bak melati dan kemboja
Lama melilit helai daun siri
Menguruskan pinggang anak pinang
Membuat layu senyum cengkeh dan pala
Membawa kegelapan pada seisi rimba
Mencipta mendung diatas pepohonan
Membunuh keceriaan lembah ini

Gelorakan ombak pantai haitapessi
Hantam angkara murka syahbandar
Sang elok berbalut kemaha-indahan
Sosok mustapi berkedok pandita
Robohkan tanggul penahan wae ira
Merahkan aliran wae tatori dan wae susu
Lakukanlah,…
Mendesakkan aliran waemale
Memukul tifa dan meniup tahuri
Menari dan berteriak di tengah lembah
Riang gempita dalam sabda pengakuan
Bangunkan penghuni lembah
Bangkitlah dari tidur palsumu
Kaulah mattawa sang nokhtah langit
Petunjuk jalan kehidupan

Gemuruh suwat di puncak huruwano
Menggetarkan penghuni gunung setan
Meretas kabut dan embun pagi
Menjelma indah bak pelangi
Di persimpangan kodamara dan aumael
Menyusuri lembah waetanusa
Melintas dari gerbang alaka sampai noni
Hidupkan kembali jejak-jejak ma’atita urate
Titan kebenaran penegak timbangan
Dibatas horison lautan bahrul qadim
Menyampaikan titah pada penghuni lembah
Kepada segenap rumput dan ilalang
Titah yang mengalirkan energi kehidupan
Tradisi yang lama hilang tertelan malam
Terbuai dalam lelap dibawah dinginnya angkara zaman
Terselimuti syahwat delima dan gandum
Mendengkur bagaikan gadis cilik yang mengemis permen
Seakan hidup hanyalah masalah harta, tahta dan wanita
Penghargaan sebatas pujian dan sanjungan
Melambung melintasi kesombongan
Meninggi meraih atas angin
Mengalahkan pualam diatas negeri
Akhirnya menyisakan sampah ditengah wae maruti

Kuyakin akan kekuatan itu
Kekuatan yang masih tersembunyi dan azali
Kekuatan yang lama terpendam
Terkubur dalam denyut nadi perlawanan
Dalam benak penghuni lembah yang tercerahkan
Yang menginginkan perubahan secara cepat
Yang siap meledak dan bergemuruh
Melindas kegelapan dan keangkuhan
Merobek dinding penindasan
Merobohkan penjara kedzaliman
Mese-mese…….!!!

Menantang latu, patti dan hulubalang
Lama terlena dan terbius
Oleh besi dan cairan
Memerintah dengan kejam dan dzalim
Menghisap dan menindas
Membiarkan kesewenang-wenangan
Memelihara kebodohan
Memperalat kesakralan peradaban
Sebagai kedok penghormatan
Dan budak penghambaan
Dalam mitos pemujaan

Hoe…………………….!!!
kukabarkan kepada elang, kancil dan harimau
Memaklumkan sebuah titah

Mese-Mese……………!!!
Kembalilah ke lembah ini
Hancurkan berhala-berhala batu
Usir Raja tikus yang serakah
Gantung Perdana Menteri lalat yang rakus
Dan Penasehat nyamuk yang menghisap
Juga ulat-ulat busuk hulubalang
Gerombolan perampas keceriaan lembah
Peruntuh bebatuan, karang dan kapur
Yang dulu tegak dan kokoh membentengi
Perisai keagungan peradaban

Kembalikan,...!!!
Kebijaksanaan adalah makanan lembah ini
Lontar dan bambu merangkai gudang pengetahuan
Kidung langit nyanyian anak lembah
Damar dan menyan simbol ketundukan
Keping logam tamsil kepasrahan
Kurung putih adalah jubah kefakiran
Cawat balaco adalah kesederhanaan
Ina-ama lambang sifat kesantunan
Senyum menjadi salam bisu
Menggetarkan kursi dan arsyi
Silaturrahmi adalah tangga menuju baitullah

Segera………..!!!
Robohkan beton pemutus Rahman dan Rahim
Lantai marmer yang menghalangi lahat
Walang baja yang mengucilkan kemanusiaan
Jengky - blues yang menegakkan tiang Alif
Sepatu yang menciptakan perbudakan
Tuak yang memicu keributan
Judi dan togel yang memelihara kemalasan
Asap rumput yang membakar kota-kota

Dan jika tidak………….!!
Lebih baik bakar laut boniara dan skutra
Tenggelam dalam luapan laut kalajimu
Rubuhkan batu besar dan gerbangnya
Bakar walang-walang kecil yang tegak di perbatasan
Ratakan monumen-monumen dua lembah
Kunci rapat empat pintu pengetahuan
Tenggelamkan rumah bia dan kulit kambing
Cukur abis dua helai rambut
Biar penghuni bumi dan langit tahu
Bahwasanya tuan dan saya
Sama saja dengan mereka
Berhala dan budak lembah

............>>><<<......


Sunggu Cepat Pedang Massa
Memenggal 365 Hari Jatah Hidup
Tanpa Menyisakan Sedikitpun
Ruang Komproni & Negosiasi

Jakarta, 16 Juli 2010
Kapitan Merah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)

untuk kawan di seberang

Lembar tua bertitelkan “KAPITAN MERAH” mengantar suara dari seberang…..

Lewati subuh ia datang bersama fajar,

bait katanya menyatu dalam cahaya menghampiriku di sudut kamar

memenuhi hampir separuh raga hingga memaksaku menyudahi mimpi yang belum sempat usai….

Kawan itu datang…

Mengabarkan suara yang terhimpit di antara tebing,

Namun bagaimana ku mampu menjulurkan seutas tali

Sedangkan kami disini seolah tenggelam dalam lumpur….

Kawan….

Dari genangan lumpur itu kami bersuara

Lama kami merindu, sejatinya rindu…..ibarat nelayan merindukan sampan, ibarat petani merindukan arit, ibarat bayi merindukan setetes susu……seperti itu pula kami merindu, merindu titah bebaskan suara ….untuk mampu berteriak tanpa di kekang, untuk mampu berkata tanpa di bungkam, untuk mampu menda’wakan titah Pandita yang lama tertutup oleh debu zaman di negeri sendiri.

Kawan….

Di negeri ini….

Disaat isyarat lambaian gadihu ma’a lawa hinia huai menjadi nyata, haita namalatu menjadi saksi melimpahnya rezky.,,ups….maaf ….hanya nostalgia sesaat menyenangkan hati yang merindu.

Itu dulu….
di saat mereka yang kini tertidur menggenggam zaman……

Kini, di negeri ini….

Kita mewarisi cerita dari mereka yang tertidur pulas

Di negeri yang tergadaikan, titah menjadi barang langkah untuk di emban

Kini, di negeri ini….

Kita di dendangkan melodi memekakan telinga.,

terlalu sering hingga bocah pun nyenyak dalam tidurnya yang hampa.

tabuhan tifa pengiring dendang dalam bait lani pun kian menjadi pudar….


Duhai Engkau yang terlelap di antara kami

Bangunlah dari tidurMu…

Lewat air mata kami, Di atas ketinggian Waelurui telah Engkau dengar kisah ini

Lewat rintihan kami, apakah belum sanggup menggetarkan permadaniMu di puncak Alaka?

Dan perjuangan ini belum berakhir….

Pendakian ini masih berlanjut hingga nanti ku menggapaiMu

Di kota-kota terindah yang perna ku dengar lewat cerita ibu

Bangun…..dan ambil kembali kisahMu

Urai semua kekusutan negeri ini

Dan rajut kembali kisah yang lama tenggelam

Di Negeri yang tergadaikan oleh nafsu duniawi…….


Sisi lain ku bercerita…

Nurani mu kawan si Kapitan Merah yang terurai dalam bait puisi

Menyapa kala diri menyendiri di seberang…

Memandang jauh ke titik jingga ku berdiri tegak di tepian losari

Berharap pijakanku benar adanya

sesuai petuahMu, petuah dari yang kini meninggalkan sebongkah tanah

di antara makam para sultan….


Untuk Kawan di seberang yang mengatasnamakan “Kapitan Merah”
Dari “Pauwa Maralessy Wa’a Nusa Ri Malombassi Daeng Matawa”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Users' Comments (0)